The very hungry caterpillar
Kalau ini adalah
buku cerita milik Annas. Annas lebih mudah mengerti bagaimana sebutir telur ulat
bisa menjadi kupu-kupu melalui cerita ini.
Begini terjemahan versi saya :
![]() |
By Eric Carle |
Di bawah sinar rembulan ada sebutir
telur di atas daun.
Suatu pagi di hari Minggu,
matahari yang hangat muncul dan “Pop!” telur itu menetas… keluarlah seekor ulat
kecil yang sangat lapar.
Dia mulai mencari makanan.
Hari Senin dia makan sebutir
apel. Tapi dia masih merasa lapar.
Hari Selasa dia makan dua buah
pir, tapi dia masih lapar.
Hari Rabu dia makan tiga buah
plum, tapi dia masih lapar.
Hari Kamis dia makan empat buah
strawberry, tapi dia masih juga lapar.
Hari jumat dia makan lima buah
jeruk, tapi dia masih juga lapar.
Hari Sabtu dia makan satu kue
cokelat, satu es krim cone, satu buah acar, sepotong keju Swiss, sepotong
salami, sebuah lollipop, sepotong cherry pie, sebuah sosis, sebuah cupcake, dan
sepotong semangka.
Malam itu si ulat sakit perut.
Keesokan harinya adalah hari
Minggu lagi.
Si ulat makan selembar daun
hijau yang segar dan dia merasa lebih baik.
Sekarang dia tidak lapar lagi,
dan dia bukan lagi seekor ulat kecil. Dia adalah ulat yang besar dan gendut.
Dia membangun sebuah rumah
kecil untuk dirinya sendiri yang disebut kepompong. Dia tinggal di dalam rumah
itu lebih dari dua minggu. Kemudian dia membuat lubang mencari jalan keluar
dari kepompong dan…..sekarang dia menjadi seekor kupu-kupu yang cantik.
Bon appetit! Monsieur Lapin.
![]() |
By : Claude Boujon |
Ini adalah salah-satu buku cerita favorit Azzam, meski sudah empat malam
berturut-turut dibacakan tetap saja Azzam akan minta diceritakan lagi besok
malamnya lagi :D. Ceritanya begini :
Tuan kelinci tidak terlalu suka makan wortel. Jadi dia pergi keluar rumah
untuk melihat apa yang dimakan oleh tetangga-tetangganya.
“Apa yang kamu makan?” tanyanya pada seekor kodok.
“Aku makan lalat” jawab kodok.
“Pouah!” Tuan Kelinci mencibir
“Kamu makan apa?” tanyanya pada seekor burung.
“Aku makan cacing” jawab burung.
“Beurk!”
Tuan kelinci mencibir lagi.
“Kamu makan apa?” tanyanya pada seekor ikan.
“Aku makan larva” jawab ikan.
“Wah itu terlalu kecil untukku” kata tuan kelinci.
“Kamu makan apa?” tanyanya pada seekor kwik kwik (pig)
“Aku makan apapun” jawab kwik-kwik.
“Eh, bagus. Tapi aku tidak bisa makan semua hal” kata Kelinci
“Kamu makan apa?” tanya Kelinci pada seekor ikan paus.
“Aku makan plankton” jawab paus
“Hah? Cuma itu?” heran kelinci.
“Kamu makan apa?” tanyanya pada seekor kera.
“Aku makan pisang” jawab kera.
“Itu tidak ada di kebunku.” Kata kelinci
“Kamu makan apa?” tanyanya pada serigala
“Aku makan kelinci” jawab serigala.
“Tolong!” teriak kelinci ketika serigala mengejar kelinci dan berhasil
menggigit telinganya. Tuan kelinci berlari gemetaran segera kembali ke
rumahnya. Ia lalu memasak wortel dalam sebuah panci besar dan dia tahu : wortel
itu sangat enak. Bon appetite! Monsieur lapin.
Adillah dalam pikiran dan perbuatan | #TributeToPram
#TributeToPram
“Seorang
terpelajar harus berlaku adil sejak dalam fikiran apalagi dalam perbuatan”
Pramoedya Ananta Toer.
Saya
pertama sekali mengenal Pram melalui Roman Bumi Manusia yang merupakan buku
pertama dari Tetralogi Buru. Perkenalan yang menciptakan ruang magis
keterikatan jiwa yang membuat saya ingin menjadi muridnya. Murid dalam menulis
karya sastra berkarakter kuat juga murid bagi kehidupan dengan segala
lika-likunya.
Menikmati
Bumi Manusia mampu menciptakan kesan seolah-olah saya melihat sendiri apa yang
Pram ceritakan, seolah saya hadir pada akhir Abad ke-19
melihat dengan jelas kehidupan Hindia Belanda dengan perbauran bermacam ras
manusia: Pribumi, Eropa toktok, Peranakan, Tiongkok juga Jepang. Cerita yang
memadukan kisah romantis, ketidakadilan kolonialis, pemikiran-pemikiran Liberal
dan keterbelakangan yang berupa sembah pada leluhur dan pembesar melalui
perendahan dan penghinaan manusia. Semuanya tertulis begitu apik, detail dan
mengalir. Jika biasanya saya selalu ingin cepat menghabiskan novel yang saya
baca karena penasaran dengan ending, membaca roman ini membuat saya betah
berlama-lama pada setiap lembarannya. Menikmati kata perkata yang membangun
keutuhan sebuah karya sastra. Mengena ke jiwa saya.
Setelah
menyelesaikan Bumi Manusia saya terus mencari karya-karyanya yang lain.
Sayangnya dari lebih 50 karyanya saya hanya bisa membaca : Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Rumah Kaca
dan Midah si manis bergigi emas. Karenanya saya belum berhenti mencari
meski tentu buku-bukunya yang lain sangat susah ditemukan saat ini. Selain membaca karyanya sayapun mulai membaca biografi
Pram, membaca segala tulisan tentang Pram yang banyak tersebar di blog-blog
penggemarnya atau juga di jurnal-jurnal sastra dan menemukan perjalanan hidupnya
yang tak sederhana. Ia begitu kritis dan berani dalam menulis, mengacuhkan
pihak-pihak lain yang berseberangan ide dengannya termasuk pemerintah.
Kekritisan yang mengantarnya ke dalam bui : 3 tahun pada masa kolonial, 1 tahun
pada masa Orde Lama dan 14 tahun sebagai tahanan politik tanpa proses peradilan
di masa Orde Baru. Ia juga dilarang menulis, karya-karyanya juga di black list. Tapi ia tak bisa disuruh
berhenti, dalam penjara ia terus berkarya.
Saya
menjadi begitu iri dengan keberanian Pram, iri dengan segala masalah sosial politik
yang begitu hidup yang ia tuangkan dalam karyanya dengan begitu lugas dan
humanis. Saya ingin bersikap adil dalam pikiran dan perbuatan saya tentang
Pram. Saya mengagumi karya-karya Pram meski lahir dalam masa yang begitu
berjarak dari kehidupan saya sekarang.
Ayo sekolah!
Setelah tiga bulan libur terhitung sejak Juni s/d Agustus , awal semester
baru akan dimulai September ini. Anas dan Azzampun sudah mulai menghitung hari,
ingin bertemu teman-teman baru juga
teman-teman lama yang dulu satu kelas. Masuk kelas baru bagi Anas mungkin tak
terlalu sulit karena ia telah melewati masa satu tahun di kelas CP tapi bagi
Azzam berbeda. Tahun lalu Azzam juga kudaftarkan di Play Ground sekolah yang
sama dengan Annas. Tapi karena setiap pagi ia menjadi badmood dan meronta-ronta tidak mau ditinggal di kelas akupun
memutuskan untuk menunda sekolahnya kala itu, menunggu ia lebih siap. Banyak yang
menyayangkan keputusannku, katanya rugi karena akan tertinggal pelajaran
setahun. Tapi kupikir dari pada Azzam merasa terpaksa yang nantinya malah membuatnya
tidak menyukai sekolah lebih baik terlambat. Lagipula hanya Playground kan?.
Awal tahun pelajaran baru di Claire
Fontaine. Murid-murid lama tetap harus melakukan registrasi seperti murid
baru. Membayar uang daftar ulang juga melengkapi furniture-furniture baru yang bukan hanya buku namun segala yang
dibutuhkan untuk setahun ke depan. Setiap anak sebelum liburan kemarin dibekali selembar kertas yang bertulis perlengkapan yang harus dibeli. Mulai dari buku tulis beragam model dan jumlah halaman, perlengkapan lukis dan untuk membuat prakarya, perlengkapan renang hingga perlengkapan kebersihan di sekolah seperti tissue toilet dan sabun.
Ada banyak waktu sebenarnya namun dua minggu sebelum masuk sekolah aku baru membelinya di Toko Buku yang memang telah menyesuaikan keperluan sekolah setiap tahun bagi sekolah-sekolah disini.
Itu penampakan Toko Buku yang dikunjungi oleh pengunjung yang tentu memiliki keperluan yang sama denganku, dan untunglah tak terlalu ramai hingga aku bisa lebih leluasa berlama-lama memilih yang aku butuhkan.
Perlengkapan Azzam, minus buku cerita, bantal dan celemek |
Perlengkapan Annas minus kertas karon dan perlengkapan renang |
Claire Fontaine adalah sekolah
yang mengadopsi kurikulum Perancis. Karenanya buku-buku pelajaran juga bahasa
pengantar menggunakan Bahasa Perancis, meski ada juga pelajaran Bahasa Malagasy
dan Bahasa Inggris. Aku tak menargetkan nilai tinggi bagi Anas. Selama ia bisa
bersosialisasi dengan guru dan teman-teman di sekolah, mengikuti pelajaran
dengan senang ‘tidak tertekan’ kurasa cukup. Toh dia masih kelas dua SD dan
lagipula nanti ketika kami harus kembali ke tanah air dan Annas pasti akan
sekolah di Jakarta yang dengar-dengar mata pelajarannya ‘berat’ ia ‘terpaksa’
harus mengejar ketertinggalannya. Itu nanti, dan akan kami pikirkan nanti.
Sekarang biarlah ia ‘santai’ sejenak :D.
Azzam (4 tahun). Sejak kecil telah terlihat ia hanya ingin melakukan
hal-hal yang ingin ia lakukan. Dulu sekali ketika ia baru lahir kami ingin
memberi nama Teguh dengan maksud agar ia memiliki prinsip dan tidak ‘plin-plan’.
Namun karena orang Aceh tidak biasa memberikan nama seperti itu kami menamainya
Azzam terinspirasi dari novelnya Kang Abik sebenarnya. Dan, yah ia sangat punya
prinsip! Tahu apa yang ia mau dan apa yang ia tak mau. Hanya satu cara untuk
menaklukannya ‘rayuan’, tak mempan dengan paksaan. Dan tahun ini meskipun ia
telah kami yakinkan untuk harus sekolah dan telah kami yakinkan kalau sekolah
itu menyenangkan aku sebagai ibu tetap deg-degan dengan reaksi Azzam di sekolah
nanti. Semoga ia senang di sekolah ya.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)
18 komentar :
Posting Komentar