Aku dan supir Taxi
Setelah berulang kali gonta-ganti
pasangan eittss salah... gonta-ganti supir Taxi maksudnya, aku jadi tahu karakter-karakter atau
kebiasaan-kebiasaan supir Taxi di seputaran Antananarivo.
Kebiasan Pertama
:
Kalau aku
jalannya pagi, seringkali Taxi akan mampir dulu di POM buat ngisi bahan bakar
atau nyari cadangan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam botol air mineral
bekas.
Kebiasaan kedua
:
Kalau Taxinya
ngisi bahan bakar, supir akan minta aku buat bayarin dulu bensinnya. Padahal belum
juga sampai di tujuan. Tapi tak apa sih karena harga sudah lebih dulu
ditentukan. Dan biasanya ngisinya juga nggak lama.
Kebiasaan ketiga
:
Kalau lagi hujan
dan Taxi terasa susah, mereka akan menerima penumpang lebih dari satu!. Aku
pernah dua kali mengalaminya. Tapi nggak masalah juga selama tujuan searah dan
penumpang pertama diprioritaskan diantar duluan….dan penumpang kedua itu bukan
konconya untuk melakukan kejahatan terhadap penumpang pertama (tetap harus waspada kalau kejadian begini).
Kebiasaan
keempat.
Kalau jalanan
lagi padat dan macet, supir akan mematikan mesin Taxinya. Mungkin untuk
menghemat. Dan pernah juga kejadian : mesin mati tiba-tiba karena kehabisan
bensin, biasanya karena si supir terlupa untuk mengisi bensin dan bagi yang
punya cadangan bensin di dalam botol air kemasan bekas tidak masalah, ia
tinggal mengisinya di jalan. Efeknya tentu akan menimbulkan kemacetan di belakangnya.
Awalnya sih agak-agak malas buat
naik Taxi karena hal-hal diatas itu, tapi lama kelamaan dan karena kebutuhan juga, aku
menjadi enjoy dan menjiwai (halah!).
Malah terkadang menjadi aktif mengingatkan si supir untuk singgah di POM bensin, menawarkan
membayar ongkos terlebih dahulu dan sok baik tanya-tanya nomor handphone buat dijadikan supir idaman.
Maksudnya diberikan job buat antar-jemput kalau lagi malas jalan ke pangkalan
Taxi. :D
Dan mereka seperti
manusia pada umumnya, juga memiliki gaya dan karakter masing-masing. Ketika menyetir ada yang cuma diam, pandangan
lurus ke depan, serius menyetir. Ada yang suka setel musik berirama metal kuat-kuat,
tengak-tengok kanan-kiri lalu selap selip
cari jalan. Ada juga yang terlalu santai menikmati angin sepoi-sepoi dari
jendela Taxinya.
Dan sebulan ini aku bertemu juga
dengan supir idola. Namanya Ruth (tulisannya kayaknya nggak begitu). Dia mangkal
di ujung jalan dekat rumahku. Perkenalan pertama kami ketika aku akan ke Alliance Francaise yang jaraknya agak-agak jauh dari rumah dan ini adalah perjalanan terjauh pertamaku dengan
Taxi. Ruth muncul dengan pesonanya diantara supir Taxi lain yang masih berdebat
soal arah dan harga.
“Venez avec moi madame! Je sais que la direction, Bien sure.” -- “Ikut saya saja bu, saya tahu arahnya
pasti!”
Dan dengan gentle ia membukakan
pintu membuatku segera menghalau supir-supir lain karena Ruth memperlakukanku bak seorang princess. #prett!.
Dan sepanjang perjalanan ia
banyak berbicara memaksaku mengeluarkan kalimat-kalimat acak-kadut tidak jelas
untuk merespon obrolannya. Aku tidak lagi bisa mengandalkan kalimat-kalimat
yang sudah kuhafal menjadi template kalau naik Taxi seperti “Tourne a gauche” belok kiri, “Tourne a droite!” belok kanan, “Aller tout droit!” Lurus terus. Dia
memaksaku berbicara lebih dari itu!.
“Ou venez vous?” ----“ Kamu berasal dari mana?”
“Ou est Indonesie? Est –il pres de Hogkong?” -----“ Indonesia itu
dimana sih? Dekat nggak dengan Hongkong?”
Juga banyak pertanyaan atau
pernyataan lainnya yang terdengar seperti dengungan lebah di telingaku. Tapi ia
terus bicara. Bahkan dia tidak perduli kalau aku hanya menjawab “Oui!” atau “Non”
atau “Je ne sais pas” atau “Pardon!” atau “Oh!”. Di hadapan eh di belakang Ruth
aku jadi mati kutu. Itu kesan pertama.
Dan ternyata besok-besoknya lagi
aku tetap memilih dia sebagai supirku. Obrolanpun semakin campur aduk beragam topik.
Mulai dari jalanan yang macet, pasar-pasar murah di Tananarive,
pertanyaan-pertanyaannya tentang Indonesia hingga menggosipkan beberapa bule
yang menikahi wanita Madagascar.
“Bule-bule tua biasanya menikahi
gadis-gadis disini Madam. Uang mereka banyak sih.” Katanya suatu ketika ketika
kami dalam perjalanan pulang selesai kursus.
“Oh, dijadikan istri keberapa?”
aku terpancing gosipnya Ruth.
“Bukan yang pertama pastinya!”
"Oooo"
"Nikah beneran? sah gitu?" tanyaku lagi
" Ada yang beneran, banyak juga yang bohongan. Nggak pake nikah.". Katanya tertawa.
Diam sebentar, Ruth ngomong lagi kali ini tentang suasana politik di negaranya yang memang baru saja selesai Pemilihan Presiden putaran pertama dan bakal ada putaran kedua namun belum tahu waktu pastinya kapan.
"Kalau Dr. Robintson yang jadi presiden, Madagascar nggak akan macet lagi"
"Kok bisa? caranya?" tanyaku bingung, secara jalan-jalan di Antananarivo ini kecil-kecil tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang terus bertambah. Jalan alternatif juga tidak banyak.
"Iya mobil-mobil tidak boleh parkir lagi di sepanjang jalan. Lalu akan ada pembangunan besar-besaran." Trus parkir dimana dong!pembangunan besar-besaran yang seperti apa? Ruth terus berbicara lebih bersemangat lagi tentang janji-janji kampaye calon presiden idolanya itu juga tapi aku tak terlalu mengerti juga tak terlalu tertarik. Je deteste politicien --- aku benci orang-orang politik yang suka tebar pesona itu. Karenanya aku juga akan menolak mati-matian kalau suatu hari nanti dicalonkan jadi presiden! Beneran! (Uwekkk!! ini kepedean ya?!). Lebih baik hidup tenang, sederhana dengan anak cucu.
Eh, kembali lagi ke Ruth yang mulai sadar aku nggak nyambung dengan omongannya. kali ini ia menunjuk-nunjuk barang-barang atau benda-benda yang terlihat melalui jendela taxi ketika kami lewat. Mengucapkan namanya dan memintaku mengulang. Kayak guru TK gitu. :D. Dan aku berpikir bagus juga dia memaksaku untuk berbicara paling tidak aku bisa mempraktekkan Bahasa Perancis acak kadutku tanpa takut atau malu karena ia juga berlagak gentle memotivasiku untuk berbicara. Untuk sekarang aku berbicara memang untuk survive dan kupikir tak ada salahnya sambil secara pelan belajar untuk berbicara dengan lebih baik dan benar.
"Oooo"
"Nikah beneran? sah gitu?" tanyaku lagi
" Ada yang beneran, banyak juga yang bohongan. Nggak pake nikah.". Katanya tertawa.
Diam sebentar, Ruth ngomong lagi kali ini tentang suasana politik di negaranya yang memang baru saja selesai Pemilihan Presiden putaran pertama dan bakal ada putaran kedua namun belum tahu waktu pastinya kapan.
"Kalau Dr. Robintson yang jadi presiden, Madagascar nggak akan macet lagi"
"Kok bisa? caranya?" tanyaku bingung, secara jalan-jalan di Antananarivo ini kecil-kecil tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang terus bertambah. Jalan alternatif juga tidak banyak.
"Iya mobil-mobil tidak boleh parkir lagi di sepanjang jalan. Lalu akan ada pembangunan besar-besaran." Trus parkir dimana dong!pembangunan besar-besaran yang seperti apa? Ruth terus berbicara lebih bersemangat lagi tentang janji-janji kampaye calon presiden idolanya itu juga tapi aku tak terlalu mengerti juga tak terlalu tertarik. Je deteste politicien --- aku benci orang-orang politik yang suka tebar pesona itu. Karenanya aku juga akan menolak mati-matian kalau suatu hari nanti dicalonkan jadi presiden! Beneran! (Uwekkk!! ini kepedean ya?!). Lebih baik hidup tenang, sederhana dengan anak cucu.
Eh, kembali lagi ke Ruth yang mulai sadar aku nggak nyambung dengan omongannya. kali ini ia menunjuk-nunjuk barang-barang atau benda-benda yang terlihat melalui jendela taxi ketika kami lewat. Mengucapkan namanya dan memintaku mengulang. Kayak guru TK gitu. :D. Dan aku berpikir bagus juga dia memaksaku untuk berbicara paling tidak aku bisa mempraktekkan Bahasa Perancis acak kadutku tanpa takut atau malu karena ia juga berlagak gentle memotivasiku untuk berbicara. Untuk sekarang aku berbicara memang untuk survive dan kupikir tak ada salahnya sambil secara pelan belajar untuk berbicara dengan lebih baik dan benar.
“Cava madam, kamu bisa ngomong.
Bahasa Perancismu lumayan bagi orang yang baru setahun disini.” Tuh kan, Ruth
juga membuatku keGR-an :D.
"Merci beaucoup Ruth."
"Merci beaucoup Ruth."
Langganan:
Postingan
(
Atom
)
33 komentar :
Posting Komentar